Monday, December 3, 2018

MAAFKAN ANAKMU IBU


*
Perkenankanlah pangkuanmu untuk sandaran kepala ini. Bersimpuh dihadapanmu Ibu, dengan gerimis sisa air mata. Dengan tiada hentinya mulut ini mengomat-kamitkan kata maaf. Membisik ke liang lahirku dulu, yang kini membiru dalam senjamu.
Engkau pernah membentak dan mencubit pahaku. Saat pertama aku meraba buku dan pensil pemberianmu. Atas kelakuanku yang engkau tahu. Ketika dewasa mencekik urat leherku. Namun kurasai saat itu kepalaku berisi batu.
Engkau memiliki lontar penyadar yang masih rapi kau simpan. Sering kau berikan tanda merah di punggung dan pantatku. Agar ku selalu ingat bersujud dan menunduk pada langit yang menurunkan hujan. Juga agar ku ingat malu dalam celanaku.
Tapi sakit bu, sungguh cambukan itu.
Jeritanku saat itu menyumpal telinga dan mataku. Hanya mulut bergumam keluh tanpa tahu maksudmu. Sedang yang kau lihat Ibu, adalah lompatan waktu. Harapanmu menginginkan busungan dadaku. Bersama Istri dan anakku dalam bingkai foto di ruang tamu. Karena sakit itu menjabat tangan erat keringat juang pengabdian hidupku.
**
Aku sungguh tak menyadari hal itu ibu. Maafkan aku yang telah mengirimmu ke dalam sangkar besi. Berlantaikan dingin dan berdinding sepi. Saat hak asasi justru malah mengotori nuraniku. Hanya karena engkau menjewer telinga cucumu, iya anakku. Ketika kau ketahui dia sedang membuka gambar sundal telanjang di smartphone pemberianku.
Aku sangatlah berdosa.
Saat tak ku dengarkan hasutan istriku. Ketika dia merengek agar aku mau menyabut tuntutan atas perbuatanmu. Karena dia juga seorang ibu sama sepertimu.
Ku bersimpuh menyium kakimu di dinginnya lantai hotel para penjahat. Dengan sisa air mata dan penyesalan yang menusuk ulu hati. Engkau dengan tetap tabah mengelus kepalaku dan memberikan senyum sayangmu. Seketika jiwaku terhempas dalam biru lautan ludahku. Engkau ibuku, bukan penjahat.
Kini aku kehilangan segalanya bu, dalam ironi kedurhakaan ku kepadamu. Istriku sekarat akibat penyakit jantung di rumah sakit. Akibat ulah anakku yang sudah membuntingi gadis teman sekolahnya.
Maafkan anakmu ibu. Hanya kata maaf kini yang kumiliki.
Ku berjanji akan aku cabut tuntutan-tuntutanku terhadapmu dari meja hijau yang menjadi saksi atas kedurhakaan dan penyesalanku.

Tegar P S Widodo
Kediri, 15 Juli 2016

No comments:

Post a Comment

PELUH DAN KARYA

Mari berjihad! Melawan miskin dan malas Seiya semesta selaras jiwa Berkarya sepenuh hati Janji Tuhan itu nyata Berikan surga hasil...

Persembahan Kami