Friday, December 7, 2018

MONEY POLITICS GERBANG ANARKISME-PRAGMATIS


MONEY POLITICS GERBANG ANARKISME-PRAGMATIS
Oleh : Tegar P S Widodo

Money Politics atau Politik Uang, merupakan sebuah istilah yang diperindah-indahkan untuk menyebutkan makna membeli hak suara dan sebagai racun politik masyarakat. Money politics acap muncul dari momen suksesi kepemimpinan sebuah negara. Politik uang kebanyakan dilakukan oleh para politikus haus kuasa yang pada dasarnya mementingkan hak individu.
Politik uang menjadi sebuah simbol kebodohan, dan simbiosis parasitisme bagi perpolitikan suatu negara. Pasalnya, iming-iming uang dan hadiah-hadiah menyebabkan tersumbatnya sudut padang untuk melihat cita-cita dan konsep dari visi-misi seorang politikus untuk membangun negara. Sehingga mengakibatkan, kebutaan sesaat dari korban yang berujung pada masuknya kepentingan individu diatas kepentingan bersama dari para politikus.
Politik uang dinilai sebagai sebuah strategi ampuh untuk meraih kemenangan instan. Sebuah kemenangan yang tidak barang tentu bersumber pada memperjuangkan kepentingan bersama. Sedangkan dalam suksesi, hal yang dipertaruhkan adalah masa depan bangsa. Kalau bisa digambarkan, nasib korban money politics seperti, “makan kenyang beberapa bulan, menahan lapar lima tahun kemudian”.
Korban politik uang secara langsung adalah rakyat. Demokrasi yang seyogyanya kedaulatan itu menjadi milik rakyat. Dipelintir sedemikian rupa, yang akhirnya terjadi ‘privatisasi demokrasi’ atau ‘swastanisasi demokrasi’, yang mana demokrasi hanya dimiliki oleh beberapa golongan atau perseorangan. Karena terjadi unsur tarik modal dan saham yang sudah digelontorkan untuk meraih kemenangan. Haln yang paling parah terjadi adalah, ‘privatisasi negara’.
Karena sudah sangat seringnya masyarakat Indonesia memakan uang-uang dari politik uang. Tingkat partisipasi politik pun diukur, seberapa banyak mendapatkan uang dari calon tertentu untuk memilihnya. Sehingga membuat ideologi menjadi abu dari daun yang sudah sekian lama kering dan terbakar.
Akibat dari politik uang bisa disebut sebagai ‘Anarkisme-Pragmatis’. Berasal dari bahasa Yunani, ‘A’ yang berarti tidak, ‘Narkos’ yang berarti pemerintah, dan ‘Pragma’ yang berarti untung. Jika dijabarkan, masyarakat yang sudah terjebak ke dalam paradigma politik uang memiliki sudut pandang, tidak memiliki sistem sosial yang jelas dan hanya mementingkan keuntungan-keuntungan sesaat. Juga berpotensi melahirkan generasi-generasi opportunist, atau dengan mudah terombang-ambing pemikirannya karena dasar pragmatis diatas.
Sungguh sangat memprihatinkan jika kubangan tersebut hanya bisa dilihat tanpa ditambal dengan mempertebal nasionalisme dan memperdalam ke-Pancasila-an, demi mewujudkan demokrasi yang benar-benar sehat.
Politik uang yang sudah menjadi rahasia umum berjalan beriringan dengan keluh-kesah masyarakat yang seolah-olah mengkritik kebijakan negara. Sedangkan hal yang dikeluhkan berasal dari kebutaan sesaat akibat politik uang yang dilancarkan oleh para politikus ketika momen suksesi digelar. Sebuah kejumbuhan yang tidak disadari. Seharusnya, jika masyarakat menghendaki keuntungan dari politik uang, mereka tidak boleh mengeluh dan mengkritik. Serta jika tidak mau mengeluh dan mengkritik, maka jangan membiarkan politik uang berkembang-biak.
Tak ayal berkembang pula istilah, ‘begitu mahal harganya menjadi seorang politikus, dan pemimpin di Indonesia’. Kemahalan tersebut bukan diukur dan dinilai dari kepantasan seseorang yang melalui seleksi sosial pantas dan memiliki karakter kepemimpinan yang baik. Namun kemahalan harga tersebut diukur dari jumlah pundi-pundi harta yang digelontorkan untuk membeli kedaulatan masyarakat Indonesia. Dalam hal ini kedaulatan menjadi sangat murah harganya.

Kediri, 5 Maret 2018

No comments:

Post a Comment

PELUH DAN KARYA

Mari berjihad! Melawan miskin dan malas Seiya semesta selaras jiwa Berkarya sepenuh hati Janji Tuhan itu nyata Berikan surga hasil...

Persembahan Kami