Ku mendengar khutbah malam ini di radio.
Dalam sekat bilik triplek, berlaintai kayu.
Di pinggiran sungai indah Kapuas.
Berhias rentengan lampu-lampu.
Tak berapa lama telingaku berdengung.
Suara khutbah masuk ke dalam pikirku.
Kusindir dengan tawa-tawa anyir.
Slengekan.
Khutbah itu kemudian tak sengaja kutelan.
Masuk ke dalam nuraniku.
Munafik! makiku pada seorang perempuan sok pintar bersuara di radio.
Seorang yang mengaku berpindah agama.
Menyebutkan agama lamanya sebagai penyembah berhala.
Sedang dia menuhankan dogma.
"Apakah Tuhan butuh kampanye?"
Bentakku pada radio penuh lampu seharga ratusan ribu.
Milik temanku, yang sengaja memilih menahan lapar.
Rela sahur dan berbuka dengan mie instan.
Demi hiburan sederhana.
Dia sangat suka mendengar ucapan wanita di radio itu.
Ketika mengolok agama lain yang tidak berpuasa di bulan suci ini.
"Bulan Suci?!"
Aku bertanya sinis kepada Tuhanku yang sama dengan agama temanku dan perempuan di radio itu.
"Goblok!"
Dalam hati ku menggerutu.
Tuhan butuh kampanye?
Memangnya Tuhan ada berapa?
Sehingga Tuhan ini, Tuhan itu, Tuhan ana, Tuhan anu.
Harus dikampanyekan seperti itu.
Kalau ada Tuhan yang menjamin seluruh manusia damai.
Aku rela pindah menyembah Tuhan itu.
Ah, tidak! Semua Tuhan cinta damai.
Semua Tuhan menghendaki kesatuan, karena Tuhan adalah Satu.
Satuan untuh tanpa keganjilan.
Terkadang dalam perpolitikan Tuhan dan Berhala sekalipun.
Konstituen berlaku nekad saat mengkampanyekan Tuhan, dengan mengolok Tuhan manusia lainnya.
Tuhan, ya Tuhan!
Bulan Suci ini seakan menjadi momentum pra pemilihan Tuhan.
Dengan dogma, iman membuta tanpa kesadaran.
Matahari meredup, rembulan terjatuh dan mati.
Akankah Tuhan kita Pemilukan?
Di bulan suci yang kuyakini penuh berkah dari-Nya.
Ku tak rela telingaku menjilati muntahan kata wanita buta.
Apakah dia benar buta? ku tak tahu.
Aku hanya mendengar melalui radio ratusan ribu milik temanku.
Namun ku tahu wanita itu buta mata hatinya.
Mengolok Tuhan yang telah mencipta takdir dunia berupa-rupa.
"Ini pembodohan!" kubentak temanku, dengan menekan tombol mati radio.
Dia marah sejadi-jadi.
Seakan wanita bodoh itu adalah istrinya yang telah dicumbu laki-laki lain.
"Kalau kau tak mau mematikan radio itu, keluarlah dari kamarku! kamarku terlalu wangi untuk ucapan busuk pelacur berkerudung kepalsuan!"
Bentakku padanya, sambil menuding batang hidungnya.
Kampanye tentang tuhan dalam khutbah di bulan suci ini.
berjalan keluar dan menjauh, bersama temanku.
Dengan radio ratusan ribunya.
masih sayup-sayup ku dengar.
khutbah lendir.
Hanya jengah ku rasakan saat itu.
Sambaran cahaya kilat seketika menamparku.
Membuka mataku atas kesalahan yang kuperbuat.
Aku menghendaki perdamaian tanpa pembodohan!
Tapi aku terlalu bodoh untuk memaki temanku.
Pemilik radio ratusan ribu yang rela menahan lapar.
Hanya demi hiburan berisi suara wanita pengkhutbah palsu.
Entah kebenaran berpihak pada siapa?
Aku tak tahu.
Tuhan lah Maha Benar, Tuhan lah Maha Salah.
Kehendak dan kesadaran kitalah yang menentukannya.
Tegar P S Widodo
Kartiasa-Sambas-Kalbar, 07 Juni 2016 / 19.40
Bersatulah Bangsaku. Jaya Indonesia !!!
ReplyDelete